Selasa, 02 Desember 2008

Neoliberalisme yang Sekarat

Krisis finansial yang berlangsung di Amerika hari ini banyak kalangan menilai sebagai sebuah pertanda tumbangnya sistem neoliberalisme sebagaimana yang ditulis oleh Prof Sri Edi Swasono, The End of Laissez-faire (Jawa Pos, 9/10/2008), Lonceng Kematian Era Pasar Bebas oleh Joni Murti Mulyo Aji, (Jawa Pos, 8/10/2008), Menelanjangi Liberalisme oleh Ahmad Erani Yustika (Kompas, 22/10/2008), dan juga Neoliberalisme Kena Batunya oleh Marti Manurung (Kompas, 8/10/2008) yang mengindikasikan keruntuhan sistem neoliberalisme dengan sistem pasar bebasnya akan diganti dengan sistem baru yang diperkirakan akan muncul.

Keberhasilan China yang “tak merasa demam” dengan krisis yang mendera Amerika malah pertumbuhan ekonominya naik 9,7 % (China Daily) membawa persepsi bahwa sistem ekonomi sosialis komunislah yang bisa menyelamatkan dunia hingga akhirnya banyak orang berbondong-bondong menyerbu toko buku untuk mencari Das Kapital karya Mbah Karl Marx (Suara Pembaruan, 25/10/2008). Karl Marx dianggap sebagai dewa pelarian baru untuk mengobati kekecewaan dan kegagalan neoliberalisme, mereka berharap bahwa sosialisme akan segera menggantikan sistem neoliberalisme. Apakah sistem neoliberalisme benar-benar akan menggali lubang kuburnya sendiri?

Soekarno dalam pidatonya dimuka sidang umum PBB ke-XV tanggal 30 September 1960, sebuah pidato yang monumental dan banyak mengundang standing applaus dari perwakilan negara-negara didunia dengan judul To Build the world a new. Soekarno mengingatkan: Imperialisme belum lagi mati. Ya sedang dalam keadaan sekarat; ya, arus sejarah sedang melanda bentengnya dan menggerogoti pondamen-pondamennya; ya, kemenangan kemerdekaan dan nasionalisme sudah pasti. Akan tetapi dan camkanlah perkataan saya ini. Imperialisme yang sedang sekarat itu berbahaya sama berbahayanya dengan seekor harimau yang luka di dalam rimba yang tropik.

Pidato yang didengungkan pada tahun 1960 masih relevan untuk dikontekskan untuk menganalisis keadaan saat ini. Memang Amerika sedang digerogoti pondamen-pondamen ekonomi yang akhirnya memaksa pemerintah Amerika menggelontarkan dana talangan (bailout) sebesar 700 miliar US $ melalui diplomasi yang alot dengan kongres disertai dengan seperangakat undang-undang yang menyertainya diharapakan bisa segera memulihkan kondisi ekonomi Amerika. “(UU) Ini akan kita terapkan sebisa mungkin, namun tidak dapat berfungsi secara sempurna dalam satu malam. Perlu waktu beberapa saat untuk mendesain program yang efektif untuk mencapai tujuan dan tidak membuang-buang dolar milik pembayar pajak,” ujar presiden George Walker Bush seperti dikutip dari AFP, Sabtu (4/10/2008).

Sistem neoliberalisme dengan jargon pasar bebasnya sedang sekarat, tetapi belum mati secara total.Besar kemungkinan kegagalan sistem neoliberalisme saat ini akan dijadikan sebagai momen evaluasi untuk menjalankan kebiadaban dan keangkaramurkaannya lagi. Kerakusan yang tak terbendung dan tidak adanya regulasi yang mengatur pasar serta tidak adanya campur tangan pemerintah dalam mengendalikan denyut perkembangan pasar mengakibatkan sistem ekonomi neoliberalisme tersungkur hingga sekarat seperti saat ini.Pecahnya gelembung finansial atau yang terkenal dengan istilah the bubble finally burst yang akhirnya menyebabkan petaka finansial di Amerika pastilah akan menjadi pemicu untuk mengoreksi kelemahan-kelemahan sistem pasar bebas yang tak terkontrol dan yang mengandalkan transaksi semu.


Koreksi Pasar Bebas

Masih ingat dalam ingatan kesejarahan bangsa ini krisis moneter yang menimpa Indonesia tahun 1997 merupakan sebuah desain global imperialisme untuk merubah negara pembangunan (developmental state) sedang ditransformasikan menjadi jenis baru negara yang serba diatur (regulatory state) oleh kekusaan pasar global. Kredo pasar bebas yang merumuskan: unregulated market is the best way to increase economic growth, keyakinan bahwa hanya melalui pasar bebas pertumbuhan bisa dicapai yang selanjutnya membawa ajaran trickle down dalam ekonomi sebagai jalan pemerataan menetes kemasyarakat lain karena itu sistem itu perlu difasilitasi untuk menunjang roda mekanismenya, kalau perlu tidak ditarik pajak.

Pembebasan total arus kapital, barang dan jasa serta melenyapkan kontrol atas harga dan membiarkan mekanisme ”pasar bekerja” tanpa distorsi dan yang akhirnya melahirkan mitos ”the invisible hand” (tangan-tangan tuhan yang tak terlihat).

Sistem pasar bebas sebenarnya mempunyai maksud kerakusan dan keangkaramurkaan yang tak ingin dibatasi oleh regulasi dari otoritas manapun untuk memenuhi nafsunya, maka pantaslah bila Soekarno seringkali menggunakan metafor dalam dunia pedalangan Jawa Buto Terong haluaamah durga pengangsa-angsa untuk menggambarkan nafsu kerakusan dari imperialisme atau neoliberalisme.

Sistem pasar bebas mengharamkan mekanisme dirinya dicampuri oleh pemerintah, tetapi dalam kasus Amerika terjadi pelanggaran prinsip mekanisme pasar bebas itu sendiri dengan keterlibatan pemerintah yang mengucurkan dana talangan (bailout). Berkali-kali Presiden Bush meyakinkan senat dengan ucapan”kita harus bertindak” sebagai wujud campur tangan pemerintah terhadap mekanisme pasar. Pelanggaran prinsip ini dilakukan guna menyelamatkan mekanisme pasar itu sendiri. Disinilah letak koreksi dari sistem mekanisme pasar bebas, tampaknya kedepan mekanisme pasar akan mengikutsertakan pemeritah dalam penyelamatan mekanismenya, tetapi tidak mengontrol laju kebiadabannya. Sehingga kedepan akan tampak imperilialisme wajah baru yang humanis, tetapi lebih bengis dan lebih biadab dalam menghisap penderitaan rakyat miskin. Sebagaimana yang diutarakan oleh Samir Amin yang mashur tentang kritik-kritiknya terhadap sistem neoliberalis: tiap tahap perluasan kapitalisme dilengkapi dengan inovasi-inovasi besar dan regulasi politis dengan memperluas pasar.

Neoliberalisme yang sekarat saat ini sebenarnya adalah masa transisi perubahan wajah dari mekanisme yang membebaskan kerakusan menuju wajah neoliberalisme yang humanis tetapi lebih bengis dan berkedok moralis. Hal ini adalah salah satu indikator koreksi sistem neoliberalisme, masih banyak program-program sistem neoliberal yang harus diwaspadai khususnya untuk negara-negara berkembang. Kewasapadaan harus lebih ditingkatkan sebagaimana Soekarno mengingatkan imperialisme yang sedang sekarat itu berbahaya sama berbahayanya dengan seekor harimau yang luka di dalam rimba yang tropik.


* Ketua Studi Lingkar Budaya ” Akshara Bhumi Nuswantara”.




0 komentar: